PARAGRAF DAN WACANA
A. PARAGRAF
1. Pengertian Paragraf
Paragraf terbentuk dari sejumlah
kalimat, tetapi merupakan satuan yang lebih besar daripada gugus kalimat.
Paragraf sudah mengandung satu keutuhan isi sebagai bagian isi wacana. Karena
itu, Pike dan Pike menyatakan pendapatnya bahwa paragraf itu merupakan “the minimum unit in which a theme is
developed”. Jumlah kalimat tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
memberikan identitas paragraf. Perhatikan kedua contoh paragraf berikut ini.
Contoh 1 (diambil dari
Moelino, dalam Analisis Kebudayaan Tahun I No.3, 1989/1981: 25).
“(1) Di dalam sejarah perkembangan
bahasa Indonesia, proses pemungutan ini sudah lama berjalan. (2) Tidaklah
mengherankan jika bahasa serumpun, yang jumlah penuturnya tergolong besar,
merupakan sumber yang kaya. (3) Karena di dalam masyarakat aneka bahasa,
kedwibahasaan bukan sesuatu yang langka, unsur pungutan itu dapat berasal dari
penutur yang asli bahasa serumpun dengan penambahan yang spontan. (4) Atau,
orang yang bukan penutur asli bahasa serumpun yang terkemuka. Seperti bahasa Jawa
(Poedjosoedarmo, 1970) dan Sunda, memungut juga bahasa dari bahasa yang
bersangkutan itu dengan pertimbangan bahasa unsur pungutan itu akan segera
dipahami oleh kalangan masyarakat yang luas. (5) Berikut ini sekadar beberapa
contoh: tanpa, godok, kolot, nyeri, cemoh.”
Contoh 2 (diambil dari
Analisis Kebudayaan Tahun 3, 1980/1981: 5).
“(1)
Mutu bahasa Indonesia yang digunakan dapat diukur atas dasar ketepatan pilihan
kata dan bentuk kata dan bentuk kalimat dengan kesesuaian bentuk-bentuk kata
dan bentuk kalimat dengan kaidah bahasa Indonesia baku, dan ketepatan hubungan
antara kalimat yang satu dengan kalimat yang mendahului dan atau mengiringinya.
(2) Ketepatan pilihan kata atau bentuk kalimat dapar diukur atas dasar apa kata
dan bentuk kalimat yang dipilih itu dengan setepat-tepatnya dapat mengungkapkan
pesan atau isi pikiran yang rumit dan hubungan isi pikiran yang abstrak. (3)
Saya berpendapat bahwa pada dasarnya bahasa Indonesia adalah bahasa modern yang
memiliki sarana yang memungkinkan pengungkapan nuansa makna dan isi pikiran
betapapun rumit dan abstraknya. (4) Dengan demikian, pilihan bentuk kata dan
bentuk kalimat yang digunakan memang dapat dijadikan ukuran bagi penilaian mutu
penggunaan bahasa Indonesia sekarang. (5) Kesesuaian bentuk kata dan bentuk
kalimat yang digunakan dengan kaidah bahasa Indonesia baku adalah faktor yang
tidak dapat dihindarkan. (6) Bahan dan tulisan yang dipakai untuk naskah daerah
tidak berbeda dengan bahan dan tulisan yang dipakai untuk naskah Melayu. (7) Di
samping huruf Jawi (Arab-Melayu), Jawa, Batak, Rencong, dan Latin, tetapi juga
tulisan bugis dari Makassar.”
Dalam bahasa tulis, paragraf lebih mudah
dikenali daripada paragraf dalam bahasa lisan. Ada batas dan penanda visual
yang dipakai pegangan. Akan tetapi, dalam bahasa lisan, penanda yang dapat
digunakan adalah penanda semantis. Dengan penanda itu, ukuran yang digunakan
apakah suatu tuturan menampilkan isi yang diwadahi dalam kalimat topik dan
kalimat-kalimat pengembang atau belum. Samsuri (1998) menggunakan istilah
Paraton untuk satuan bahasa lisan yang sama dengan paragraf dalam bahasa tulis.
Penggunaan istilah yang berbeda itu dapat dipahami karena istilah paragraf
mengimplikasikan bentuk visual (graf).
2.
Jenis-jenis
Paragraf
a)
Berdasarkan
letak kalimat utamanya.
Berdasarkan letak kalimat utamanya, paragraf
dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu paragraf deduktif, paragraf induktif,
paragraf campuran dan paragraf deskriptif-naratif. Paragraf deduktif dikembangkan dengan kalimat utama di awal
paragraf. Paragraf induktif dikembangkan
dengan kalimat utama di akhir paragraf. Paragraf campuran dikembangkan dengan
kalimat utama di awal dan di akhir paragraf. Adapun paragraf deskriptif-naratif
kalimat utamanya tersebar di keseluruhan kalimat dalam paragraf.
b)
Berdasarkan isi
paragraf.
Berdasarkan isinya paragraf dapat dibedakan menjadi
lima kelompok antara lain, paragraf deskriptif, paragraf eksposisi, paragraf
narasi, paragraf persuasi, dan paragraf argumentasi.
1.
Paragraf
deskriptif adalah paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan
terperinci. Paragraf deskriptif bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran
terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat
melihat, mendengar, membaca atau merasakan hal yang dideskripsikan.
2.
Eksposisi
merupakan sebuah paparan atau penjelasan. Jika ada paragraf yang menjawab
pertanyaan apakah itu? Bagaimana itu berlangsung? Mengapa itu baik dan bagus?
Dari mana asalnya? Paragraf tersebut merupakan sebuah paragraf eksposisi.
3.
Narasi adalah
cerita. Cerita ini didasarkan atas urutan kejadian atau peristiwa. Narasi dapat
bersifat fakta atau fiksi (cerita rekaan). Narasi yang berisi fakta antara
lain, biografi dan autobiografi, sedangkan yang berupa fiksi diantaranya novel
dan cerpen.
4.
Paragraf
persuasi adalah paragraf yang berisi ajakan. Orang atau pembaca yang akan
diajak (dipersuasi) melakukan suatu hal, perlu diyakinkan dengan argument atau
alasan yang tepat
5.
Paragraf argumentasi
adalah paragraf yang bertujuan memengaruhi pembaca agar dapat menerima ide,
pendapat atau pernyataan yang dikemukakan penulisnya. Untuk memperkuat ide dan
pendapatnya penulis paragraf argumentasi menyertakan data-data pendukung.
B. WACANA
Wacana merupakan satuan
bahasa yang paling besar. Kridalaksana (1983) mengartikan wacana sebagai satuan bahasa
terlengkap. Menurut Kridalaksana, dalam hierarki gramatikal, wacana merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana itu direalisasikan dalam
bentuk karangan utuh, seperti novel, buku, dari ensiklopedia dan sebagainya.
Wacana merupakan satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap.
Dari segi bentuk
seluruhnya, wacana itu dapat dipilah menjadi dua macam, yakni wacana lisan dan
wacana tulis. Wacana lisan merupakan wacana yang disampaikan melalui saluran
lisan (oral), seperti wacana yang digunakan orator ketika dia berpidato, atau
yang digunakan oleh seorang kiyai ketika dia memberi khotbah atau
ceramah-ceramah keagamaan.
Wacana tulis merupakan
wacana yang direalisasikan melalui saluran tulis. satuan bahasa yang dituangkan
dalam surat misalnya, merupakan wacana tulis. Wacana (1) diambil dari kolom
Kontak Pembaca Tempo, nomor 2 Tahun XXII 1992 dan wacana (2) dan (3)
masing-masing diambil dari kolom Forum Pembaca dan dari redaksi dalam Bola,
Nomor 445 Minggu Kedua, November 1992.
(1) Pamulang
Kehilangan Permai
Jika
Anda ke Pamulang, Tangerang, tentu Anda akan melihat sederetan truk bermuatan
pasir atau batu diparkir di sepanjang jalan komplek pertokoan dan perumahan
Pamulang Permai. Truk-truk itu telah membuat kubangan-kubangan panjang atau
berlumpur di tepi jalan protokol toko kecil Pamulang itu. Itu terjadi dalam
enam bulan terakhir dan sekarang Pamulang Permai telah kehilangan permainya.
Saya
yakin, itu bukan kesalahan pada pengemudi truk yang menjadikan tempat itu
sebagai terminal bursa pasir dan batu. Soalnya, mereka butuh tempat agar
pembeli mudah mencarinya. Dan ternyata tempat itu cocok untuk mereka. Hanya,
tidak patut untuk keindahan Pamulang.
Truk-truk
itu perlu dilokalisasi. Sebab, tanpa pasir dan batu pembangunan fisik tidak
akan pernah jalan. Maka, seyogyanya lokasi areal bursa pasir dan batu dicarikan
tempat yang layak dan strategis. Ini tentunya berpulang kepada dan sampai di
mana kepedulian serta kepekaan Pemda Kabupaten Tangerang, khususnya aparat
Kantor Kecamatan Pamulang
Pamulang,
Tangerang, 15417 Jawa Barat.
(2) Pemerataan
di Bola
Dalam
setiap kuis berhadiah 5.000 poster lalu, saya selalu mengirimkan jawaban
segera, dengan maksud agar bisa menjadi 500 pemenang (pengirirm pertama).
Soalnya, saya betul-betul mengharapkan memperoleh poster, terutama idola saya,
pembalap Wayne Rainey. Sayang, semua terbatas pada keinginan saja.
Lalu,
dalam rubrik ini saya juga kerap mendapatkan keluhan perihal yang sama maupun
kuis-kuis lainnya. Malah beberapa pembaca sampai tiga kali, bahkan lebih
sebagai pemenang. Karenanya, saya usul pada BOLA untuk menggunakan azas
pemerataan. Salah satu caranya yaitu dengan mengelompokkan peserta kuis dari
tiap provinsi maupn kota. Dengan begitu pembaca yang sudah bertahun-tahun belum
mendapat giliran akan bisa mendapatkan kesempatan.
Muhammad
Deni S.
Jl.
Arzimar III
RT
01/03
Kel
Tegal Gundil
Bogor
16152
(3) Dari
Redaksi
Tinju
tetap merupakan salah satu olahraga menarik dengan berjuta penggemar di seluruh
dunia. Meskipun tahun ini para petinjunya kalah dalam persaingan memperoleh
uang kalah oleh Michael Jordan dari bola basket, menurut majalah Forbes, tetapi
pertandingan para petinju tetap saja menarik, apalagi jika menyangkut kelas
paling bergengsi yang dipenuhi para bintang, kelas berat. Dengan alasan itu pula, tinju merupakan laporan
khusus nomor ini. Tentu dengan halaman depan yang dihias foto depannya juga
petinju. Tetapi, tentu dengan isi yang berbeda.
Tinju bagi Bola adalah olah raga yang tidak pernah
ditinggalkan. Selama ini tidak kurang dari 10% halaman depan diisi dengan foto
tentang tinju baik untuk laporan pertandingan ataupun untuk mengantar menuju
suatu pertandingan. Kebetulan juga tinju, sayangnya baru nasional, karena yang
internasional kehabisan bintang setelah mundur Ellyas Pical selalu memunculkan
bintang, juga hal-hal baru.
Untuk laporan khusus tentang pertarungan Hollivield
dan Bowe ini. Selalu komentar tentang keduanya, juga ada pandangan yang
dikemukakan tokoh tinju pro Indonesia asal Jawa Timur, Setiadji Laksono.
Pengalamannya sebagai petinju, pelatih dan promoter, menjadi jaminan pendapat.
Silakan baca di halaman tiga.
Selain lapsus itu, patut juga disimka kolom Rop Hughes
di halaman 27. Ia mengulas tentang permainan sepak bola Belanda, Dennis Berg
Kemp, yang oleh klubnya, Ajax, ditawarkan dengan harga yang tinggi sekali. Apa
sebabnya. Silakan baca halaman itu.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah,
Chaidar. 1987. Linguistik: Suatu
Pengantar. Bandung: Angkasa.
Chaedar,
Abdul. 1994. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Carrol,
John B. 1961. The Study of Language.
London: Oxford University Press.
Crystal,
David. 1981. Linguistics.
Harmonsworth: Penguin Books Ltd.
Kaesng,
Sjaruddin. 1982. “Pengantar Linguistik”.
Pengantar Menuju Pengajaran Bahasa yang Sukses. IKIP Ujung Pandang.
Kridalaksana,
Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar